APENSO INDONESIA

header ads

KUDHANGAN DAN CITA-CITA

KUDHANGAN DAN CITA-CITA


Oleh : Warsono
Guru Besar dan Mantan Rektor UNESA
(Universitas Negeri Surabaya)




   Diantara kita, khususnya masyarakat Jawa mungkin ada yang pernah melihat seorang nenek ngudhang cucunya. Diantara kudhangan tersebut antara lain berbunyi:  besok jadi orang pandai, jadi dokter atau apapun yang menjadi harapan dari nenek tersebut. Di masyarakat khususnya Jawa, keluarga muda biasanya tinggal di rumah orang tua, sehingga dalam keluarga tersebut ada orang tua dan kakek-nenek. Pada anak baru lahir sampai dengan sekitar usia 2 tahun biasanya lebih banyak dimong (dirawat) oleh nenek. Hal ini disebabkan keluarga muda tersebut belum memiliki pengalaman merawat anak.  

   Pada saat momong tersebut, biasanya nenek ngudhang cucunya. Kudhangan merupakan harapan dan sekaligus doa dari orang tua, terutama nenek. Melalui khudangan tersebut nenek berharap cucunya kelak bisa menjadi orang yang hebat dan sukses atau berguna bagi bangsa dan negara. Selain harapan, Kudhangan juga merupakan doa dari orang tua (nenek) terhadap cucunya.

   Proses kudhangan merupakan proses pendidikan, karena terjadi interaksi antara nenek dengan cucu. Ada komunikasi bathin antara nenek dan cucu meskipun dalam bathin. Dengan me-ngudhang secara tidak langsung nenek menanamkan cita-ita kepada anak. Apa yang diharapkan oleh nenek terinternalisasi ke dalam diri anak melalui proses komunikasi bathin. Secara tidak langsung anak terinspirasi untuk mewujudkan cita seperti yang diharapkan oleh neneknya.

   Sayangnya di dalam masyarakat modern kudhangan sudah jarang terjadi. Cucu jarang sekali tinggal serumah dengan nenek kakeknya. Mereka sudah tinggal di rumah yang terpisah dari nenek-kakeknya. Pertemuan antara nenek dengan cucupun hanya berlangsung singkat dan jarang sehingga tidak terjadi proses internalisasi cita-cita terhadap anak.

   Jika kita tanyakan kepada anak-anak usia SD, hanya sedikit yang memiliki cita-cita. Jika di tanya, apa cita-citanya, sebagian besar mereka tidak bisa menjawab dengan jelas dan tegas. Padahal, cita-cita merupakan hal yang sangat penting bagi masa depan anak. Dalam cita-cita terkandung tiga hal. Pertama, adalah sasaran atau gambaran masa depan yang diharapkan. Kedua, adalah motivasi untuk melakukan suatu usaha. Ketiga, adalah garis arah yang harus kita ikuti agar cita-cita tersebut tercapai. 

   Misal sorang anak yang memiliki cita-cita menjadi dokter. Ia sudah memiliki gambaran tentang masa depan yang diharapkan, yaitu menjadi dokter. Kemudian yang bersangkutan juga akan termotivasi untuk belajar dengan baik, agar bisa lulus SMA dan diterima di fakultas kedokteran. Ketiga, saat SMA ia harus masuk jurusan IPA, karena syarat untuk mendaftar di fakultas kedokteran harus lulusan IPA. Bagi anak-anak yang tidak memiliki cita-cita, mereka tidak memiliki tiga hal tadi. Akibatnya tidak ada motivasi untuk melakukan sesuatu dan tidak memiliki arah dalam langkahnya. Oleh karena itu, perlu ditanamkan cita-cita kepada anak sejak kecil. Apapun cita-cita mereka akan menjadi motivator bagi anak untuk melakukan sesuatu. 

   Tentu cita-cita pada saat anak masih sangat sederhana, sesuai dengan pengalaman mereka. Apa yang di cita-cita biasanya berkaitan dengan apa yang dipikirkan dan diinginkan. Namun sejalan dengan bertambahnya usia dan pengalaman mereka akan merubah cita-citanya, bila dianggap tidak sesuai dengan harapannya.
Cita-cita tersebut bisa ditanamkan dengan cara menyuruh anak menuliskan cita-citanya. 

   Misalnya, ketika mereka masuk SD anak-anak diberi kertas untuk menuliskan cita-citanya. Mereka dibiarkan berimajinasi tentang apa yang diharapkan di masa depan. Profesi apa yang dinginkan kelak. Setelah itu, kertas tersebut disimpan sebagai dokumen. Pada saat naik ke kelas empat, kertas yang bertuliskan cita-cita mereka diberikan dengan maksud untuk ditanyakan, apakah ada yang akan merubah cita-citanya. Jika ada yang ingin merubah, dipersilahkan menulis di bawahnya, dan yang sebelumnya di coret. 

   Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui apakah anak mengalami perubahan pemikiran dan pengalaman. Bagi mereka yang tidak merubah, biarkan tetap seperti yang tertulis semula. Setelah itu, simpanlah kembali kertas tersebut sebagai dokumen cita-cita anak.
 
   Pada saat menjelang lulus kertas tadi disampaikan kepada anak sebagai pengingat bahwa mereka memiliki cita-cita yang harus di raih. Selain mengingatkan guru juga memberi kesempatan kepada mereka yang ingin merubah cita-citanya. Jika ada yang ingin merubah cita-citanya, maka disuruh menulis di bawahnya dan mencoret yang sebelumnya. Kemudian kertas tersebut di simpan kembali sebagai dokumen sekolah. 

   Dokumen tersebut kelak bisa dijadikan bahan dievaluasi, berapa murid yang berhasil mewujudkan cita-cita, atau bahkan jauh melebihi dari apa yang di cita-citakan. Keberhasilan mereka di masa depan, sebagai bukti outcome proses pendidikan. Dari dokumen tersebut sekolah bisa mengevaluasi keberhasilan anak didiknya di kelak kemudian hari.

   Model ini bisa dilakukan di tingkat SMP maupun di SMA. Dengan cara seperti ini setiap sekolah bisa menunjukan keberhasilan proses pendidikan yang dilakukan. Keberhasilan pendidikan bukan hanya ditentukan oleh faktor eksternal seperti sekolah, tetapi juga faktor internal pada diri siswa sendiri. Cita-cita merupakan motivasi internal yang bisa dibentuk oleh lingkungan maupun peran guru. 
  
   Tampaknya gerakan menumbuhkan cita-cita pada anak perlu dilakukan di sekolah. Karena di masyarakat modern kudhangan sebagai proses menumbuhkan cita-cita sudah jarang dilakukan. Oleh karena itu, perlu dicari khudangan dalam bentuk baru, dengan cara menuliskan cita-cita dalam suatu dokumen sekolah. Dengan cara ini diharapkan bisa menumbuhkan motivasi internal pada anak untuk mempersiapkan masa depannya.

Surabaya, 4 Oktober 2020
Semoga bermanfaat

--------




Posting Komentar

0 Komentar