APENSO INDONESIA

header ads

MENGUJI KEMANUSIAAN DI TENGAH PANDEMI COVID

MENGUJI KEMANUSIAAN DI TENGAH PANDEMI COVID


Oleh : Warsono
Guru Besar dan Mantan Rektor Unesa
(Universitas Negeri Surabaya)

    “Kemarahan” Presiden Joko Widodo di hadapan sidang kabinet pada tanggal 18 Juni 2020 yang kemudian viral di Youtube pada tanggal 28 Juni 2020 pantas menjadi renungan bagi kita semua. Apakah kita masih memiliki jiwa Pancasila atau tidak?, Presiden Joko Widodo secara tegas dan jelas menyatakan kejengkelannya karena para pejabat tidak memiliki perasaan krisis (sense of cirisis) di tengah pandemic covid-19. Anggaran ratusan trilyun yang telah dialokasikan untuk mengatasi pandemic covid-19 belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, terutama mereka yang di lapisan bawah.

    Dampak dari pqandemic covid-19 memang lebih dirasakan oleh mereka yang berada di lapisan bawah, terutama mereka yang bekerja di sektor informal dan para buruh. Kebijakan PSBB telah mengakibatkan penurunan pendapatan dan pemutusan hubungan kerja, sehingga mereka kehilangan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kondisi ini tentu tidak dirasakan oleh mereka yang berstatus sebagai pegawai negeri atau ASN, karena memiliki gaji rutin dari negara.

    Sementara para ASN dan pejabatan memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan, termasuk menggunakan angaran negara. Mereka mewakili pemerintah yang bertugas mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimna tujuan negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut negara yang dibentuk (NKRI) didasarkan kepada Pancasila.

    Salah satu sila Pancasila adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini memberi gambaran bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi, bahkan merupakan insan yang berperikemanusiaan, adil, dan beradab. Sebagai insan yang beradab tentu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai insan yang adil tentu tidak akan mengambil hak orang lain, dan akan memberikan kepada orang lain apa yang telah menjadi haknya. Tentu sangat tidak adil seandainya seorang majikan yang tidak membayar gaji karyawannya yang telah bekerja untuk dirinya, dan seorang pejabat mengkorupsi bantuan kepada warga negaranya.

    Dalam kehidupan bernegara, Aristoteles membagi keadilan menjadi tiga yaitu keadilan distributif, keadilan bertaat/legal, dan keadilan komutatif. Keadilan komutatif adalah keadalan sesama warga negara, yang berkaitan dengan hak dan kewajiban diantara mereka sesuai dengan kesepakatan bersama. Keadilan bertaat/legal merupakan kewajiban warga negara terhadap negara, berupa kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan negara. Sedangkan keadilan distributif adalah kewajiban negara terhadap warga negara dalam bentuk pemerataan pembangunan dan pendapatan sebagai uapaya untuk memajukan kesejahteraan umum.

    Tugas negara adalah melindungi warga negaranya dari berbagai ancaman termasuk kemiskinan dam kelaparan. Di saat pendemic covid-19 ini negara dituntut hadir untuk melindungi warga negara dari kelaparan yang diantara dengan memberi bantuan langsung maupun membuka lapangan kerja bagi rakyat dalam bentuk padat karya. Dana untuk semua itu, baik untuk bantuan langsung maupun pembangunan padat karya telah dialokasikan dalam APBN, tinggal bagaimana kebijakan dari masing-masing kementerian lembaga untuk segera mengeluarkan anggaran tersebut agar rakyat yang kehilangan pekerjaan bisa memperoleh pendapatan dari program-program pemerintah.

    Sebagai dasar negara, Pancasila, khususnya sila kedua seharusnya memberi arah kebijakan dan membimbing para penyelenggara negara dalam mengambil kebijakan. Pada saat pandemic covid-19 ini sila kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi sangat urgent dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Para pejabat negara harus bisa merasakan seperti apa yang dirasakan oleh mereka yang terkena dampak, sehingga kebijakannya diorientasikan untuk membantu mengatasi krisis ekonomi yang diderita oleh mereka yang di lapisan bawah.

    Untuk mengimplementasikan nilai kemansuiaan dibutuhkan tiga syarat yaitu : 1) mengandaikan menjadi orang lain; 2) mau merasakan penderitaan orang lain; dan 3) ada kemauan untuk membebaskan penderitaan orang lain. Dari ketiga syarat tersebut syarat yang paling sulit adalah syarat ketiga yaitu adanya kemauan untuk membebaskan penderitaan orang lain. Syarat pertama dan kedua mugkin mudah dipenuhi, meskipun juga belum tentu semua orang memiliki. Masih banyak juga orang yang tidak memiliki perasaan tersebut. Tindakan korupsi atas bantuan bagi orang miskin merupakan contoh bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kedua perasaan tersebut.

    Meskipun demikian kedua syarat saja tidak cukup, tanpa disertai dengan kemauan untuk membebaskan penderitaan orang lain, karena ketiga syarat tersebut bukan berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan kelanjutan dalam proses kejiwaan. Sikap menjadi orang lain dan merasakan penderitaan orang lain hanya akan berhenti dalam bentuk wacana kasihan. Sikap seperti ini dilakukan oleh banyak orang. Ketika mereka melihat orang yang menderita, mereka mengucapkan kasihan, tetapi tidak ada tindakan nyata untuk memberi bantuan.

    Sila Kemanusian yang adil dan beradab tidak hanya cukup diwujudkan dalam bentuk wacana, tetapi harus diimplementasikan dalam tindakan nyata. Wacana kasihan, tidak akan membebaskan penderitaan orang lain tanpa disertai dengan tindakan memberi bantuan atau upaya untuk membebaskannya. Mengatasi dampak covid-19 tidak cukup hanya dengan pidato atau seminar, tetapi butuh tindakan nyata. Sebagian masyarakat seperti LSM, atau kelompok-kelompok masyarakat civil justru telah mengimplementasi sila kedua secara nyata dalam bentuk pemberian bantuan, baik materiill, maupun dalam bentuk pendampingan, atau bimbingan usaha. 

    Kejengkelan Presiden Joko Widodo terhadap kinerja kabinetnya mengindikasikan bahwa para pejabat belum sepenuhnya mengimplentasikan sila kedua Pancasila. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya serapan anggaran mereka. Rendahnya serapan anggaran menyebabkan uang yang beredar di masyarakat terganggu, yang pada gilirannya menyebabkan rendahnya lapangan kerja bagi masyarakat. Akibatnya warga negara yang kehilangan lapangan kerja dan penurunan pendapatan tetap menghadapi kesulitan ekonomi. 

    Memang para pejabat tidak merasakan langsung dampak ekonomi dari dampak covid-19, tetapi mereka sedang diuji nilai kemanusiaannya. Hal ini tampak dari himbauan Presiden agar para pejabat memiliki sense of crisis dalam situasi pandemic covid-19 ini. Kebijakan para pejabat termasuk penggunaan anggaran merupakan bentuk pengamalan Pancasila, dalam hal ini sila kedua. Apakah para pejabat memiliki rasa kemanusiaan dengan mengambil kebijakan yang diarahkan dan ditujukan untuk menyelamatkan warga dari kesulitan ekonomi. Atau justru memanfaatkan situasi covid-19 ini sebagai lahan untuk kepentingan dirinya sendiri. Semua itu adalah ujian, termasuk bagi kita semua.

Belajar bersyukur
Surabaya, 29 Juni 2020

Posting Komentar

0 Komentar