APENSO INDONESIA

header ads

PERTIMBANGKAN KETERBATASAN KEMAMPUAN UNTUK PREVENTIF ECCIDENT PETUGAS PEMILU SERENTAK

Opini:

PERTIMBANGKAN KETERBATASAN KEMAMPUAN UNTUK PREVENTIF ECCIDENT PETUGAS PEMILU SERENTAK

Oleh: Gempur Santoso

Pemilu serentak 2019 mengakibatkan insident kematian dan sakit. Musibah itu dialami oleh petugas kepolisian dan petugas KPPS.

Sebagimana laporan berita "(Dari) 86 petugas yang mengalami musibah, meninggal 54 dan sakit 32 orang," kata Viryan di Kantor KPU, Jakarta, Senin (22/4) (CNN).
Juga, sebanyak 15 anggota Polri gugur saat bertugas menjaga keamanan Pemilu 2019. Satu di antaranya mantan kapolda Bangka Belitung (Babel) Brigjen (Pol) Syaiful Zachri.
"Sampai dengan hari ini, informasi yang saya dapat dari SDM, ada 15 anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2019).  (Serambinews.com).

Insident dan accident tersebut dapat diduga kaut akibat kebijakan pemilu serentak. Pemilihan presiden, DPR pusat, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Ada lima kartu suara yang harus dititung dan administrasi pencatatan dan pelaporan. Tiap TPS melayani sekitar 300 orang pemilih. Ternyata hampir semua TPS tengah malam baru merampungkan pekerjaan di TPS. Begitu pula pihak kepolisian harus stanbay menjaga keamanan wilayah yang jumlah  lebih banyak dibanding pemilu tidak serempak.

Petugas TPS dan kepolisian mengalami overtime dan overload. Stressor sangat tinggi, karena pekerjaan kehati hatian peghitungan. Apalagi jika mengalami selisih penghitungan, jelas akan menghitung ulang.

Pemilu serentak adalah kebijakan yang gegabah. Tanpa prediksi selesainya pekerjaan di TPS. Mengakibatkan kelelahan fisik dan psikologis. Kelelahan memiliki efek human error, accident dan insident kematian.

Pesta demokrasi hari libur yang sehurusnya membuat nyaman aman. Justru menjadi duka kematian. Pemilu serentak yang tujuan efektif, sekali karja bisa selesai semua. Tanpa mempertimbangkan keterbatasan kemampuan tubuh. Justru musibah yang didapat.

Seharusnya mengefetifkan pekerjaan harus tetap mempertimbangkan keterbatasan kemampuan tubuh. Kita tahu kemampuqn tubuh memiliki nilai ambang batas 8 jam perhari atau 40 jam perminggu.

Pengefetifan lebih baik dengan memperbaiki alat akan menguntungkan dan tetap petugas posisi nyaman. Pemilu, coblosan yang masih menggunakan peralatan tradisional (kuno). Mengharap hasil hemat biaya. Musibah yang diperoleh. Seharusnya jaman sudah digital, jaman milenial ini, pemilu sudah harus pakai peralatan canggih digital. Pasti lebih cepat, tidak akan banyak korban manusia.

Semoga korban manusia tak terulang.
(GeSa)

Posting Komentar

0 Komentar