APENSO INDONESIA

header ads

Dosen Presiden di Kampus

Beranda  Opini
Opini
Dosen Presiden di Kampus
Penulis Editor : Gie Hartawan -  7 September 2018 7
   


Oleh: Gempur Santoso

Pada hari kamis 6 September 2018 yang lalu, seluruh mahasiswa baru Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya diberi kuliah umum oleh seorang dosen istimewa. Dia bapak Ir. H. Joko Widodo. Biasa di panggil Pak Jokowi. Dia Presiden Republik Indonesia.

Saya ikut kuliah itu. Pokok bahasan materi tentang “wawasan kebangsaan”. Duduk paling depan sayap kanan. Hadirnya dosen seorang nomor one di Indonesia. Kampus saya jadi istimewa. Seperti mimpi, salah satu kampus swasta dari 326 perguruan tinggi di Jawa Timur. Dosennya adalah presiden aktif. Bukan mantan presiden. Kami seluruh sivitas akademik, bangga.

Kuliah yang disampaikan adalah keadaan demografi Indonesia yang besar, jumlah penduduk 263 juta. Punya 17 ribu pulau. 34 provinsi. 514 kabupaten/kota.  Keadaan masing masing wilayah (pulau) beragam. Budaya yang beraneka. Bahasa daerah yang beraneka, ribuanbahasa ibu. Memiliki 740 suku. Disampaikan metode ceramah dengan media video audio.

Suara pak dosen presiden sangat sangat jelas. Beda dengan suara Rektor Unipa dan Gubernur Jatim yang sebelumnya menyambut. Suara yang keluar dari alat audio sangat beda. Saat selesai kuliah, saya tanya ke salah satu paspampres. Jawabnya, “kru kepresidenan membawa alat sendiri, kecil ditempel, sehingga suara keluar audio menjadi jelas”. Jawabnya.

Indonesia yang besar agar menjadi juara. Pertama, infrastruktur harus diperbaiki. Terutama jalan yang menghubungkan antar desa, antar kabupaten/kota, antar provinsi, sampai dengan antar pulau. Ini adalah kunci pembangunan yang adil dan merata.Infrastruktur memiliki efek ekonomi, harga barang termasuk bahan bakar antar wilayah tidak jomplang, dan lain-lain.

Tentang sumberdaya manusia (SDM) yang besar. SDM perlu dibangkitkan. Pemuda Indonesia tidak kalah dengan luar negeri. Pada era indrustrialisasi4 ini sangat perlu. Pak dosen presiden pernah ke kantor google, kantor ficebook dan lain-lain. Di sana pernah diajak main pingpong dengan petugas google. Ada alat dipasang di kepala menutupi mata. Mirip helm. Main pingpong sungguhan, tapi bola dan meja pingpong tak ada. Ya, bermain sungguh. Pantulan bola pinggpong berbunyi sungguh. Tak tok tak tok….

Bisa juga, bermain sepak bola. Betul betul main sepak bola, tapi saat alat di kepala dilepas,lapangan dan bolanya  tak ada lagi. Itu era digital industrialisasi 4. Saat itu, dalam pikiran saya “bagaimana kalau bersuami istri” saat malam pertama. Menggunakan alat digitel di kepala menutup mata itu. Saat alat digital dilepas, pasangannya memang tak ada. Terasa tidak?. Pikiran ngeres. Sayang tidak ada tanya jawab.

Bagaimana cara infrastruktur jalan dibangun. Terutama di luar pulau Jawa. Di pelosok pedesaan, pegunungan, yang masih seperti dalam hutan. Bagaimana blue print perancangan dan implementasinya. Terutama biaya dan sistem pelaksanaan. Termasuk, bagaimana cara operasional “dibangkitkan” terhadap SDM. Tidak ada tanya jawab. Kami tidak menyayangkan, karena pak dosen presiden itu waktunya terbabatas. Dia dan rombongan akan meneruskan perjalanan tugas negara lainnya.

Bahasan terakhir kuliah adalah tentang “guru”. Guru atau dosen harus sejahtera. Gaji harus tercukupi. Perlu diberi tunjangan profesi guru. Bagi yang sudah dapat tunjangan tidak dihentikan. Jangan sampai dihentikan. Jika ada yang berkeinginan menghentikan, presiden akan pasang badan melarang. Keberhasilan kemajuan bangsa jika pendidikannya maju. Pendidikan maju jika para gurunya maju betul-betul guru, tidak kerepotan ekonomi. Saat itu, dalam pikiran saya mau bertanya “tunjangan profesi guru telah lama, tidak kurang 10 tahun digelontorkan, pendidikan kok belum maju ya. Mengapa?. Apa ada some think wrong?. Lagi lagi tidak ada sesion tanya jawab.

Saya mendengar dan melihat langsung di depan pak dosen presiden itu. Gerak gerik, mimik muka dan seluruhnya saya pandang. Saya kagum. Orangnya langsing banget. Dibilang kurus jelas kurang sopan. Pikiran saya mengatakan “orang ini ahli tirakat ya”. Tirakat ngurangi makan. Kemarin siang dapat berita dari seorang teman dosen Untag Surabaya. Namanya Bambang Kusbandrijo. Teman pak dosen presiden. Saat kulaih satu kos-kosan. Memang sejak dulu pak Joko Widodo selalu puasa senin-kemis. Emmm begitu, ternyata ahli tirakat, puasa.

Terimakasih Pak Jokowi, pak Presiden telah berkenan menjadi dosen tamu di kampus kami Univeristas PGRI Adi Buana Surabaya. Kami tersanjung. Teman teman kami histeris bangga, heran, seperti mimpi. Ada pula, teman-teman dosen emak-emak hiteris melihat dan berkenanalan dengan paspampres yang semua berbodi atletis itu. Mungkin sampai tidur terbawa mimpi.

Posting Komentar

0 Komentar